Gereja Perantauan. Gereja ini sedang mencari dana untuk membangun gedung pastoral dan gereja
Sabtu, 31 Agustus 2013
Senin, 19 Agustus 2013
KATA PENGANTAR
Pada bagian kata pengantar ini
hanya mau mengantar umat beriman. Maka kata pengantar harus disampaikan suatu
penjelasan amat singkat mengenai tema atau isi misteri iman yang dirayakan
dalam perayaan ekaristi saat itu. Oleh karena itu, kata pengantar ini mesti
jelas, padat dan singkat, tidak berkepanjangan serta perlu dipersiapkan dengan
baik.
Adapun yang boleh menyampaikan
kata pengantar ialah imam yang memimpin perayaan Ekaristi itu sendiri atau imam
lain atau diakon atau pelayan yang lain. PUMR menyatakan: “Setelah imam
menyampaikan salam kepada umat, imam atau diakon atau pelayan lain dapat
memberikan pengantar sangat singkat kepada umat tentang perayaan Ekaristi yang
akan dirayakan (PUMR no.50). Jadi, kata dapat dalam pernyataan di atas
menunjukkan bahwa kata pengantar tidaklah mutlak, boleh dilewati.
Para ahli liturgi umumnya
memberi catatan bahwa dalam pengantar ini sebaiknya tidak disampaikan ulasan
(semacam homili singkat) mengenai bacaan yang akan didengarkan nanti. Akan
tetapi, apabila isi bacaan itu memang menjadi sumber dan asal usul tema yang
sedang dirayakan atau isi bacaan itu membantu persiapan tobat, maka pengantar
boleh menyinggung bacaan. Yang penting ialah perlu dibedakan dengan tegas antara
pengantar dan homili. Yang tidak dianjurkan ialah pemindahan homili pada bagian
pengantar ini, sementara umat belum mendengar bacaan. PUMR malah menyarankan
bahwa antifon pembuka yang terdapat dalam Missale Romawi bisa dimanfaatkan
sebagai isi pengantar ini (lih.PUMR 48).
TOBAT
Ritus tobat menjadi saat umat
beriman menyampaikan penyesalan dan pertobatan atas dosa dan kesalahannya
kepada Tuhan dan sesama. Tobat yang sejati mengalir dari tanggapan kita atas
kasih dan kebaikan Allah yang lebih dahulu kita alami. Jadi, pertobatan kita
bukanlah pertobatan demi menimbulkan belas kasih Allah, melainkan justeru
karena telah disapa oleh belas kasih Allah tersebut.
TPE 2005 menyampaikan 4 bentuk
ritus tobat. Tiga bentuk pertama memiliki struktur yang sama, yaitu ajakan
untuk bertobat, hening, pernyataan tobat dan permohonan pengampunan (absolusi).
Absolusi ini tidak memiliki kuasa pengampunan seperti absolusi dalam sakramen
tobat. Itu berarti, imam tidak boleh membuat gerakan yang sama seperti saat ia memberikan
absolusi dalam penerimaan sakramen tobat.
Cara 1: Imam mengajak umat
menyesali dan mengakui dosa. Menanggapi ajakan tersebut, umat (berlutut dan )
hening sejenak. Kemudian, seluruh umat mengakui dosanya disertai sikap tobat,
yakni dengan rumusan kata-kata: Saya mengaku – kepada Allah yang
mahakuasa….Baris berikut diucapkan sambil menebah dada. Saya berdosa, saya
sungguh berdosa…….Sesudah pernyataan tobat, imam memohonkan pengampunan. Perlu
dicamkan bahwa pengampunan di sini berbeda dengan absolusi yang diberikan imam
dalam sakramen tobat. Maka, kita (imam dan umat) tidak membuat tanda salib
ketika imam mengucapkan permohonan ampun. Dalam Tata Perayaan Ekaristi dengan
jelas ditulis. “Dengan tangan terkatup” imam mengucapkan rumus absolusi. Kebiasaan
tanda salib ini berasal dari rumus tobat Misale Trente yang sudah dihapus dalam
Missale Romanum 1970. Tobat cara 1 ini disusul Tuhan, kasihanilah kami.
Cara 2: Ciri khas tobat cara 2
ialah umat menyatakan tobat dengan mendaras mazmur tobat. TPE 2005 menyediakan
4 macam tobat cara 2 yaitu yang diambil dari Missale Romanum, Mzm 32, mzm 51,
Mzm 103. Tobat cara 2 disusul, Tuhan kasihanilah kami.
Cara 3: Tobat cara 3 menggunakan
pola litani kyrie. Artinya, imam mengucapkan suatu pernyataan iman mengenai Kristus
dan kemudian disambung dengan seruan pernyataan tobat yang bersifat
penghormatan dan permohonan kepada Kristus: Tuhan (atau Kristus) kasihanilah
kami dan dijawab oleh umat: Tuhan (atau Kristus) kasihanilah kami. Kalau
dipakai tobat 3, tidak lagi diucapkan / dilagukan Tuhan kasihanilah kami secara
tersendiri karena tercakup dalam tobat cara 3.
Cara 4: Tobat cara 4 ini cocok digunakan pada hari
Minggu atau hari raya, terutama masa Paskah karena menggunakan pemercikan air
suci sebagai peringatan akan pembaptisan. Senin, 12 Agustus 2013
Archbishop Turang

Archbishop Petrus Turang
Archbishop's Residence, Jl. Thamrin No. 15 Oepoi, Kupang 85111, East Nusa Tenggara, Indonesia
(62) 380-826199
Fax :(62) 380-833331
kak_oepoi@plasa.com
Archbishop Petrus Turang was born, on Feb. 23,
1947, in Manado, North Sulawesi province. He was ordained a diocesan
priest on Dec. 18, 1974, taking as his priestly motto a quotation from
St. Irenaeus: Gloria Dei, Homo Vivens (The glory of God must be made
real in human life). He was appointed Archbishop of Kupang on April 21,
1997. His episcopal ordination followed two months later on July 27,
1997. His Episcopal motto is Pertransiit benefaciendo (He went about
doing good, Acts 10:38).
Previous Ordinaries:
- Archbishop Gregorius Manteiro, SVD (1967-1998)
Bishop Ladjar

Bishop Leo Laba Ladjar
Jl. Kesehatan No. 6 Dok II, P.O. BOX 1379, Jayapura 99112, Papua, Indonesia
(62) 967-536411, 533092, 533277
Fax : (62) 967-536427
leolladjar@jayapura.wasantara.net.id
Bishop Leo Laba Ladjar, OFM, was born in Baoraja,
Lembata, East Nusa Tenggara province, on Nov. 4, 1943. He was ordained a
Franciscan priest on June 29, 1975. He was appointed Auxiliary Bishop
of Jayapura by Pope John Paul II on Jan. 6, 1994, and he was ordained a
bishop three months later on April 10. He was appointed Bishop of
Jayapura on Aug. 10, 1997. During a formal ceremony of "canonical
possession" held at Christ the King Cathedral in Jayapura on Sept. 21
that year, his missionary predecessor, Franciscan Bishop Herman Farina
Marie Manning, turned over leadership of the diocese to its first native
Indonesian bishop.
Previous Ordinaries:
- Bishop H.F.M. Munninghoff, OFM (1972-1997)
- Bishop R.J. Staverman, OFM (1966-1972)
Archbishop Seputra

Sacred Heart Archbishop Nicolaus Adi Seputra
Keuskupan Agung Merauke, Jl. Raya Mandala No. 30, Merauke 99602, Papua, Indonesia
+62971 - 321011
Fax :+62971 - 326574 / 324125
nikoadi@yahoo.com
Sacred Heart Archbishop Nicolaus Adi Seputra was
born in Purwokerto on Dec. 6, 1959. He was ordained a priest on Feb. 1,
1989. Pope John Paul II appointed him Archbishop of Merauke on April 7,
2004. His episcopal ordination was on July 25, 2004. Archbishop Adi
Seputra's motto is "Pasce oves meas" (tend my sheep - John 21-16). The
archbishop speaks Bahasa Indonesia.
Previous Ordinaries:
- Archbishop Emeritus Duivenvoorde Emeritus Jacobus (1972-2004)
- Archbishop Jacobus Duivenvoorde, MSC (1972-2004)
- Archbishop Hermanus Tillemans, MSC (1966-1972)
Bishop Kopong Kung

Bishop Fransiskus Kopong Kung
Jl. Mgr. Miguel Rangel 1-2, San Dominggo, Kelurahan
Larantuka, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, East Nusa
Tenggara 86213, Indonesia
+62383 - 21170
Fax :+62383 - 21443
sandokl@plasa.com
Bishop Fransiskus Kopong Kung was born on Aug. 3,
1950, in Lamika, East Nusa Tenggara. He was ordained a priest for
Larantuka diocese on June 29, 1982. He was appointed coadjutor bishop of
the diocese on Oct. 2, 2001, and ordained a bishop on Jan. 10, 2002.,
with the episcopal motto: "I am the handmaid of the Lord" (Luke 1:38)
and "So that they mall be one; that the world may believe that you sent
me" (John 17:21). He succeeded as Bishop of Larantuka on June 16, 2004.
Previous Ordinaries:
- Bishop Wilhelmus Darius Nggawa, SVD (1974-2004)
- Bishop Antonius Hubertus Thijssen, SVD (1961-1973)
- Vicar Apostolic Bishop Gabriel Manek, SVD (1951-1961)
Bishop Murwito
Keuskupan Agats, Jl. Ahmad Yani No. 2, Agats, Asmat District, Kotak Pos 14, Timika 99910, Papua, Indonesia
(62) 902-31056 (Office); 31057 (Residence)
Fax :(62) 902-31058
uskup-agats@uuplus.com
Bishop Aloysius Murwito, OFM, was born on Dec. 20,
1950, in Sleman, Yogyakarta Special Province, on Java Island, 405
kilometers east of Jakarta, He was ordained a Franciscan priest on July
7, 1982, and appointed Bishop of Agats on April 30, 2002, his ordination
as bishop following on Sept. 15 that year. The diocese is in Papua
province, easternmost Indonesia. Bishop Murwito's episcopal motto is In
Deo speravi, non timebo (In God I hope, I shall not fear).
Imam terkenal sebagai motivator orang muda telah wafat

Mendiang Romo Yohanes Senda Laka (berdiri)
Pada Selasa, 6 Agustus 2013, umat Katolik Keuskupan Atambua berduka karena seorang imam di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste ini meninggal dunia akibat serangan jantung.
Pastor Yohanes Senda Laka, 43, dikenal memiliki pengalaman sebagai motivator bagi kaum muda dan juga kelompok-kelompok organisasi Gereja ini meninggal di kamarnya di Seminari Tinggi Lo’o Damian Nela, Atambua.
Imam yang ditahbiskan 15 tahun lalu ini sempat dibawa ke rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong.
Setelah mendengar kematian pastor yang mengambil studi konseling di Universtas De La Sale Filipina ini, para kerabatnya datang baik dari Keuskupan Atambua, maupun dari Kupang, Flores, Jakarta.
Hingga wafatnya, ia menjabat sebagai staf formator Seminari Tinggi Tahun Orientasi Rohani Antardiosesan Lo’o Damian Emaus Nela, Atambua, wakil ketua Komisi Keluarga Keuskupan Atambua, serta moderator Kelompok Karimatik Keuskupan Atambua.
Ia juga dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandira Kupang, Sekolah Tinggi Ilmu Pastoral Kefamenanu dan Atambua, Akademi Keperawatn Kabupaten Belu, dan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Fajar Timur Atambua, serta advisor pada Domus Cordis Jakarta yang memperjuangkan spiritualitas Teologi Tubuh di kalangan kaum muda.
Selain itu, ia juga menjadi fasilitator pada berbagai training dan leadership di Keuskupan Atambua, memberi berbagai kegiatan retret dan rekoleksi terutama bagi kaum muda wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste.
Pastor alumnus Seminari Tinggi Ritapiret Maumere, Flores, NTT, yang ditahbiskan menjadi imam pada 7 Oktober 1999 di Katedral Atambua ini, juga aktif bergerak di bidang ekonomi keuskupan dengan mengembangkan Credit Union Kasih Sejahtera. Berkat motifasi dan dorongannya, para anggota CU ini memiliki sejumlah prestasi dengan konsep mengembangkan ekonomi kerakyatan.
Salah satu umat keuskupan Atambua yang cukup mengenal Romo Yance mengatakan, “Romo Yance merupakan seorang pribadi yang rendah hati dan memiliki pemikiran-pemikiran yang segar. Di komunitas mana saja jika ada Romo Yance pasti ia memberikan kontribusi yang cukup penting dalam pengembangan komunitas ke depannya”, ungkap umat yang tidak mau menyebutkan namanya.
Romo Yance dimakamkan di pemakaman imam projo Keuskupan Atambua pada Kamis (8/8/2013), dihadiri para imam yang berkarya di Keuskupan Atambua, utusan pemerintah setempat, pihak keluarga, tokoh adat dan masyarkat, para biarawan-biarawati.
Misa dan upacara pemakaman dipimpin langsung oleh Uskup Atambua Mgr Dominikus Saku.
Fransiskus Pongky Seran, Atambua
sumber: www.ucanews.com
Temu OMK Keuskupan Manado tekankan kebersamaan dan solidaritas
![]() |
Mgr Joseph Suwatan MSC memukul gendang untuk membuka pertemuan OMK |
Kegiatan ini sendiri diawali dengan Misa bersama, yang bertempat di Gedung Audiotorium Kompleks Universitas Negeri Manado (UNIMA), sebagai konselebran utama Uskup Manado, Mgr Joseph Suwatan MSC bersama 18 imam.
Sebagian besar imam yang bertugas di paroki-paroki turut bersama-sama menghantar muda-mudi di parokinya untuk menghadiri kegiatan Pertemuan Berkala (PB) ini.
Uskup Suwatan dalam homilinya mengatakan semua berkumpul untuk mengalami satu kebersamaan. Mereka semua berkumpul untuk mengalami suka dan duka bersama.
“Kebersamaan yang sama juga dialami oleh mereka yang mengikuti World Youth Day di Brasil. Paus saat itu juga menekankan solidaritas antar sesama kaum muda,” katanya, seperti dilansir tribunmanado.com.
Uskup kemudian mengharapkan agar dalam lingkungan orang-orang muda ada sikap saling menolong dan memperkuat antara satu dengan yang lain. Dengan demikian, menurut uskup, mereka bisa bersama untuk menuju kedewasaan. “Semoga kalian menjadi tanda keadilan dan keselarasan satu dengan yang lain,” katanya.
Sebagai orang beriman, anak muda bukan hanya sekedar manusia, tapi juga sebagai pengikut Kristus. “Orang muda harus melanjutkan pesan Kristus di kayu salib,” ujarnya.
Orang muda juga dituntut untuk sanggup mengungkapkan identitas Kristus seperti Petrus. Petrus saat itu mengungkapkan identitas Yesus melalui kepercayaannya sendiri.
“Ia mengungkapkan identitas Yesus sebagai Mesias. Ia percaya bahwa Yesus datang ke dunia untuk menebus dosa-dosa umat manusia. Ia mengungkapkannya secara gamblang dan penuh keyakinan,” katanya.
Atas kepercayaan itu, akhirnya Yesus mempercayakan Gereja kepada-Nya. “Yesus berkata, Engkaulah Petrus di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku. Kepada Petrus si Batu Karang itu Yesus mendirikan Gereja-Nya. Kunci Kerajaan Surga pun diberikan kepada Petrus,” ujarnya.
Cara pengungkapan identitas Yesus, lanjut prelatus itu, ialah menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti-Nya. “Akhirnya selamat melakukan kegiatan,” tandasnya.
Kegiatan itu pun didukung pemerintah daerah. Bupati Minahasa Jantje Sajow, Wakil Bupati Minahasa Ivan Sarundajang dan Sekda Minahasa pun semuanya datang menghadiri.
Bupati Sajow dalam sambutannya mengucapkan terima kasih atas dipilihnya Tataaran menjadi tuan rumah. Baginya ini sebuah kepercayaan besar. “Saya dengar ada kegiatan pembersihan eceng gondok. Ini sungguh membantu pemerintah,” katanya.
Pemerintah, kata Sajow, sudah menganggarkan Rp 1 miliar di tahun depan untuk pembersihan eceng gondok itu.
Saat pembukaan itu, hadir pula Ketua Komisi Kepemudaan, Pastor Joutje Palit dan Ketua Panitia Petrus Rampengan. Mereka juga didampingi seorang umat pemberi bantuan kegiatan Hendrik Luntungan.
Sementara itu, di hari pertama kegiatan seni Paroki Santo Joseph Pekerja berhasil meraih Juara Satu Lomba Tari Jajar. Urutan kedua dipegang oleh Paroki Hati Kudus Yesus Tomohon dan juara ketiga dipegang oleh Paroki Santa Ursula Watutumou.
Foto: okezone.com
Sumber: www.ucanews.com
KOMUNI PERTAMA
Dalam
khotbahnya yang singkat, Romo Andy terlebih dahulu menanyakan kepada para
peserta komuni pertama, mengapa Yesus memperkenalkan diri sebagai roti dan
bukan yang lain? Yesus selalu bertolak pada sejarah masa lampau. Umat Israel,
ketika mengembara di padang gurun, mereka mengalami kelaparan dan mereka
bersungut-sungut kepada Musa yang telah membawa mereka keluar dari Mesir. Allah
selalu memperhatikan umat-Nya sehingga Ia menurunkan roti manna di padang gurun
agar umat Israel bisa makan dan bertahan hidup.
Dalam malam
perjamuan terakhir, Yesus juga menggunakan roti untuk makan bersama para
mudir-Nya. Kenangan di malam perjamuan terakhir itu kemudian dilanjutkan oleh
Gereja dengan merayakan Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi, Yesus membagikan
diri menjadi santapan rohani. Menurut Romo Andy dalam khotbahnya, bahwa
“menerima tubuh Kristus berarti adik-adik bersedia membagi diri dengan orang
lain.” Seperti Kristus yang telah membagi diri untuk orang lain, kita pun sama.
“Adik-adik selalu siap sedia untuk membagi diri untuk orang tua di rumah dan
teman-teman di sekolah,” tandas Romo Andy.
Iman kepada Yesus tidak berhenti pada penerimaan komuni pertama,
melainkan terus dipupuk terutama dalam lingkup keluarga agar anak-anak bisa
mengenal Yesus secara lebih baik. Pertumbuhan iman anak-anak bukan sekali jadi
tetapi butuh proses. "Bimbingan kami selama kurang lebih enam bulan
tidak ada artinya apa-apa kalau tidak dilanjutkan oleh orang tua. Kami hanya
mengantarkan mereka untuk menerima komuni pertama dan pertumbuhan iman
selanjutnya menjadi tanggung jawab orang
tua,” tandas salah seorang panitia. Setelah perayaan ekaristi dilanjutkan dengan acara foto bersama. ***(Valery Kopong)
SIAPAKAH AKU DALAM GEREJA?
Oleh: Valery Kopong*
Persaudaraan Siswa-siswi Negeri
Katolik atau lebih dikenal dengan nama “Persink,” merupakan kelompok siswa-siswi
yang berasal dari sekolah-sekolah negeri yang selama ini dihimpun untuk
diajarkan mengenai pelajaran Agama Katolik. Hampir semua paroki memiliki
paguyuban ini dan paguyuban ini lahir dari sebuah keprihatinan bersama yakni
bahwa anak-anak Katolik yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah negeri,
sepertinya “dianaktirikan” oleh pihak sekolah. Mereka tidak mendapat pelajaran
Agama Katolik karena guru-guru Agama Katolik tidak disediakan oleh
pihak sekolah negeri.
Paguyuban yang dibentuk atas
dasar keprihatinan ini digarap secara baik oleh para pengajar. Para pengajar
tidak hanya mengajarkan pelajaran Agama Katolik tetapi juga pengembangan
kepribadian siswa-siswi melalui
kegiatan-kegiatan rohani. Kelompok paguyuban siswa-siswi Katolik yang
berada di Gereja Paroki Santo Gregorius yang sudah berusia 7 tahun ini,
mengadakan “rekoleksi pantai” pada
tanggal 9 Juni 2013 di pantai Pasir Putih-Anyer-Banten. Pada sesion pertama
yang dibawakan oleh Ibu Rika Nusmese, menyoroti tema: “Siapakah Aku Dalam Keluarga?” Para peserta
yang berjumlah lima puluhan orang diajak untuk melihat diri dan peranannya dalam
keluarga. Sementara itu dalam sesion kedua yang dibawakan oleh Valery Kopong,
menyoroti tema: “Siapakah Aku dalam Gereja dan Siapakah Aku Bagi Sesama”
Setiap orang yang
menamakan diri sebagai anggota Gereja, mestinya selalu bertanya diri. “Siapakah
aku dalam Gereja?” Dengan bertanya diri sebagai anggota Gereja maka lambat-laun
seorang anggota Gereja memahami pentingnya mengambi peran dalam hidup
menggereja. Gereja adalah umat Allah yang sedang berziarah di dunia. Gereja
yang dimaksudkan di sini adalah umat
Allah, dan untuk menghidupi Gereja, umat sendiri yang menghidupi. Cara paling
sederhana adalah mengambil bagian dalam setiap tugas yang diberikan oleh
Gereja. Apa yang menjadi sumbangan saya untuk Gereja?
Dibaptis Untuk Gereja
Ketika
orang dibaptis dalam Gereja Katolik maka ia diterima secara resmi sebagai
anggota Gereja. Dengan pembaptisan yang sudah diterima, seorang Katolik punya
tugas dan tanggung jawab dalam mewartakan Kristus dan ajaran-Nya. Dibaptis
berarti kita mengenakan Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Ketika Kristus
hidup dalam diri setiap orang yang sudah
dibaptis maka tugas kita adalah menampilkan wajah Kristus dalam keseharian
melalui pelayanan yang kita berikan kepada orang lain, baik dalam lingkup
Gereja maupun di luar Gereja.
Melihat
peran strategis yang dimainkan oleh seorang anggota Gereja maka dalam konteks
tertentu, “sakramen permandian,” dilihat sebagai sakramen imamat awami. Artinya
bahwa seorang imam ketika menerima sakramen imamat, pelayanan terhadap umat
menjadi prioritas utama. Demikian juga sebagai seorang awam, ketika dibaptis
mestinya “semangat melayani” dan mewartakan Kristus sudah menetap dalam diri
setiap orang yang sudah dibaptis. Tetapi menjadi problemnya adalah, seberapa
jauh orang yang dibaptis itu memahami fungsi dan perannya sebagai orang yang
sudah dibaptis?
Konsep
Gereja sebelum Konsili Vatikan II, bentuk Gereja yang nampak adalah Gereja hirarki,
artinya keberlangsungan Gereja lebih didominasi oleh peran serta kaum Klerus
dan biarawan / wati. Konsep Gereja seperti ini berjalan cukup lama. Namun
selama dalam perjalanan Gereja dengan mengedepankan Gereja hirarki, terkesan
bahwa model Gereja yang dihidupi seperti ini kurang menyentuh dan tidak
melibatkan umat dalam kaitan dengan pelayanan. Umat sendiri tidak punya peranan
dalam membangun dan menghidupi Gereja. Umat yang hidup dalam lingkup Gereja
seolah-olah sebagai penonton yang pasif dalam pelbagai pelayanan dan pewartaan
tentang Kristus.
Istilah
kaum awam, muncul bersamaan dengan munculnya model Gereja hirarki. Istilah kaum
awam ini terkesan negatif yakni umat yang tidak tahu apa-apa dalam kaitan
dengan kehidupan menggereja. Dengan pemaknaan yang negatif ini maka secara
tidak langsung mengesampingkan peran dan terkesan bahwa sebagai umat, anggota
Gereja tidak bisa berbuat sesuatu dalam kaitan dengan pelayanan terhadap
Gereja. Yang tahu tentang Gereja adalah orang-orang yang tertahbis ataupun juga
mereka yang hidup dalam kaul-kaul kebiaraan.
Dalam
refleksi perjalanan Gereja ini, pada akhirnya disadari bahwa umatlah yang
memainkan peran penting. Hidup-matinya sebuah Gereja berada dalam tangan umat,
sedangkan imam tampil sebagai penggeraknya. Dari refleksi ini, kemudian
melahirkan sebuah konsep Gereja yang baru yaitu Gereja umat Allah. Dengan
konsep seperti ini maka umat memainkan peranan penting dalam kehidupan
menggereja.
Sebagai Anggota Gereja, Apa yang Saya Lakukan?
Ketika
ditanya, apa yang bisa dilakukan sebagai anggota Gereja? Jawabannya sederhana,
yaitu memberikan kontribusi kepada Gereja sesuai dengan kemampuan. Talenta yang
telah kita terima dari Tuhan sejak lahir, menjadi bekal berharga bagi setiap
anggota Gereja untuk memberikan kontribusinya kepada Gereja. Gereja menjadi
hidup karena peran serta umat yang menyumbangkan talenta ataupun kemampuan yang
dimilikinya. Sejalan dengan ini,
lahirlah konsep “Gereja Umat Allah” yang mengedepankan keterlibatan umat
sebagai basis utama dalam menghidupi Gereja.
Sebagai
anak dan anggota Gereja, sebenarnya dalam melakukan tugas, tidak terlalu jauh
berbeda. Ketika dalam keluarga, masing-masing anggota keluarga memberikan
perannya dalam menghidupi keluarga. Sebagai orang tua, memainkan peranan
sebagai orang tua dan sebaliknya sebagai anak, memberikan perannya sebagai
seorang anak. Pola dalam memainkan peran di rumah, tidak terlalu jauh berbeda
dalam memainkan peran di Gereja. Anak-anak
bisa mengambil peran sebagai putera altar ataupun putri sakristi. Apa yang
dilakukan ini terkesan sederhana namun peran yang dimainkan oleh para putra
altar dan pusakris adalah sesuatu yang luar biasa. Lalu bagaimana dengan mereka
yang tidak terlibat dalam salah satu kegiatan di Gereja? Apakah mereka yang tidak
memberikan kontribusi untuk Gereja secara langsung dapat dikatakan sebagai orang
yang tidak memberikan kontribusi untuk Gereja?
Bagi
mereka yang tidak memberikan sumbangan secara langsung untuk Gereja seperti
menjadi putra altar ataupun putri sakristi, bisa memberikan kontribusinya
dengan bersikap sopan dan diam dalam mengikuti perayaan Ekaristi dan
kegiatan-kegiatan doa yang lain. Sumbangan
yang berharga adalah memberikan rasa nyaman dan aman bagi orang-orang yang kita
temui. Dengan memperlihatkan diri secara baik dalam lingkungan Gereja terutama
dalam suasana hening, maka kita sedang menyebarkan kebaikan-kebaikan. Dengan
mendatangkan suasana yang baik bagi orang lain maka secara tidak langsung, kita
sedang menanamkan benih-benih kebaikan.
Siapakah Aku Bagi Sesamaku?
Manusia
hidup bukan sendirian saja. Manusia hidup dengan orang lain. Karena manusia
tidak hidup untuk dirinya sendiri inilah maka manusia dijuluki sebagai makhluk
sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia berani keluar dari dirinya dan
menjumpai “aku-nya yang lain.” Dalam perjumpaan itu, ada interaksi yang
kondusif yang memperlihatkan bagaimana sikap saling menghargai dan
tolong-menolong antara satu dengan yang lain. Apabila sikap tolong menolong
dengan mengedepankan cinta kasih maka sebaiknya ada keberanian dari
masing-masing orang untuk mengorbankan diri demi orang yang dilayani.
Kisah
orang Samaria yang baik hati, memperlihatkan bagaimana sikap peduli terhadap
orang lain. Untuk memperlihatkan sikap baik kepada orang lain, orang Samaria
mesti keluar dari dirinya, mengurungkan sikap-sikap primordial agar ia dengan
leluasa berjumpa dengan orang lain. Karena tanpa mengurungkan sikap-sikap
primordial, seseorang masih terkekang oleh pandangan yang sempit dan pada
akhirnya orang enggan untuk melakukan sesuatu bagi orang lain.
Membangun
sikap peduli kepada orang lain merupakan suatu keharusan bagi kita yang menamakan
diri sebagai pengikut Kristus. Kristus telah memberikan diri-Nya untuk sebuah
pengorbanan yang utuh kepada manusia. Apa yang kita lakukan untuk orang lain
selalu bercermin pada Kristus yang telah mengorbankan diri bagi orang lain.
Kristus telah menyatakan ketaatan-Nya kepada Bapa dengan taat sampai mati di
kayu salib. Ini merupakan sumber inspirasi bagi kita untuk bertindak, baik
dengan diri sendiri maupun dengan orang lain.
Dalam
lingkup paling sederhana, seperti di sekolah, setiap kita pasti telah berbuat
sesuatu kepada orang lain. Misalnya ketika melihat teman yang tidak mempunyai
alat tulis maka kita yang kelebihan alat tulis, berani menawarkan apa yang kita
punyai kepada mereka yang kekurangan alat tulis. Inilah contoh sederhana dalam
mengambil bagian dari pengorbanan Kristus. Pengalaman sederhana dalam melakukan
tindakan “memberi” kepada orang lain, menjadikan kita untuk terus terlibat
dalam kisah pengorbanan Kristus.***
Langganan:
Postingan (Atom)