
Uskup Weetebula Mgr Edmund Woga CSsR merasa prihatin ketika melihat gerombolan pria berperawakan sangar dan bersenjata lengkap di hampir setiap persimpangan atau pertigaan jalan raya di Weetebula, ibukota Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada Minggu (1/9) lalu.
Kota nampak sepi dan mencekam. Saat itu uskup baru kembali dari sebuah paroki pedesaan untuk memberikan pelayanan Sakramen Krisma.
“Kelihatannya masyarakat hanya perlu dipicu sedikit saja maka akan terjadi pertumpahan darah, perang kubu melawan kubu, suku melawan suku,” katanya kepada ucanews.com.
Tiga hari sebelumnya terjadi bentrokan berdarah antara para pendukung bupati incumbent dan bupati terpilih menyusul penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan yang diajukan oleh bupati incumbent terkait hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) Maret lalu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan calon Bupati Markus Dairo Talu dan Wakil Bupati Ndara Tanggu Kaha sebagai pemenang dalam Pilkada dengan 81.543 suara atau 47,62 persen dari total suara. Sementara pasangan Bupati (incumbent) Kornelius Kodi Mete dan Wakil Bupati Daud Lende Umbu berada di urutan kedua dengan 79.498 suara atau 46,43 persen dari total suara.
Bentrokan yang terjadi di Desa Bakumbero itu menewaskan tiga orang dan menghanguskan sekitar 20 rumah. Ratusan warga desa terpaksa mengungsi ke kota.
“Rasa-rasanya pewartaan kita percuma jika sampai terjadi pertumpahan darah karena mayoritas (warga) adalah murid Tuhan Yesus,” kata Uskup Edmund.
Setiba di keuskupan, ia menghubungi Kapolres Sumba Barat AKBP Lilik Apriyanto. Namun upaya ini gagal dilakukan. Ia lalu mengirim sebuah pesan singkat (SMS, Short Message Service).
Ia juga menghubungi Vikaris Jenderal Keuskupan Weetebula Pastor Mateus Selan, CSsR dan sejumlah pejabat Gereja lainnya agar ia bisa bertemu sendiri dengan bupati incumbent dan bupati terpilih.
“Ketika saya menelepon, kedua tokoh masyarakat ini dengan sangat polos menyatakan kesediaan mereka untuk datang ke rumah uskup,” kata Uskup Edmund.
Awalnya pertemuan akan diadakan Minggu (1/9) tapi gagal dilaksanakan karena pendukung bupati terpilih ingin ikut mengantar tokoh mereka ke rumah uskup. Pertemuan baru terlaksana keesokan harinya di kantor bupati.
“Pertemuan terjadi dengan sangat mesra dan penuh persaudaraan. Mereka saling berangkulan sebagai orang yang bersaudara dalam satu iman. Hal yang sangat membanggakan,” kata Uskup Edmund.
Bupati incumbent pun sudah menyatakan ikhlas menerima hasil Pilkada dan mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga keamanan dan terus menciptakan perdamaian untuk kelanjutan pembangunan.
Pertemuan itu menghasilkan beberapa poin, diantaranya perdamaian dan persaudaraan di kabupaten adalah keharusan yang tidak bisa ditawar dan seluruh warga agar segera menghentikan pertentangan dan lebih proaktif membangun ketenangan bersama.
Untuk menindaklanjutinya, pemerintah daerah dan aparat keamanan serta sejumlah pihak terkait membangun beberapa posko keamanan. Sosialisasi pun dilakukan dengan bantuan media massa.
“Hasilnya langsung kelihatan keesokan harinya. Suasana tidak lagi mencekam. Orang dapat menjalankan keseharian mereka lagi,” kata Uskup Edmund.
Katharina R. Lestari, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar