
Tiga pejuang lingkungan asal Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengembalikan penghargaan dari pemerintah yang diterima beberapa tahun lalu karena kecewa atas kerusakan lingkungan di tempat tinggal mereka.
Mereka adalah Hasiloan Manik dari Kabupaten Dairi, Marandus Sirait dari Kabupaten Samosir dan Wilmar Eliaser Simandjorang dari Kabupaten Toba Samosir.
Pada Selasa (3/9) bersama aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) serta beberapa perwakilan masyarakat dari Sumut, mereka mendatangi istana presiden dan kementerian kehutanan.
Ketiganya yang tinggal di daerah sekitar Danau Toba, Sumut merasa kesal karena praktik perusahaan hutan dan lingkungan yang terus terjadi dan seakan dibiarkan pemerintah.
“Untuk apa saya menyimpan [penghargaan] ini di rumah saya, sementara lingkungan di sekitar saya rusak berat”, kata Hasiloan penerima penghargaan Kalpataru pada 2010.
Ia mengatakan, pemerintah bekerja sama dengan perusahan dalam membabat hutan. “Kami telah dizolimi oleh pemerintah. Tidak ada manfaatnya lagi penghargaan ini”, katanya.
Sementara itu, Wilmar, penerima penghargaan Wana Lestari yang menanam sebanyak 64 ribu pohon di kawasan Gunung Pusuk Buhit mengaku kesal dengan sikap pemerintah yang tidak memperhatikan masa depan mereka.
“Kami menanam pohon, tapi pemerintah memberi izin kepada orang-orang dekatnya untuk membabat habis hutan itu”, jelas mantan Bupati Toba Samosir ini.
“Akibatnya, banyak sungai yang mati. Air Danau Toba sudah kotor. Kalau mandi, badan kami gatal-gatal. Kondisinya sudah berbeda jauh dengan beberapa tahun lalu”.
Persoalan ini menurut dia, sudah disampaikan kepada Kejaksaan Agung di Jakarta, juga ke Mabes Polri. Tapi, katanya, sampai sekarang tidak ada tindakan lebih lanjut.
“Karena itulah, kami mengembalikan penghargaan ini. Tidak ada gunanya. Lebih baik kami tanam pohon, daripada memelihara penghargaan ini. Yang memberi penghargaan ini saja tidak peduli dengan apa yang kami alami”, ungkapnya.
Ketika hendak menyerahkan trofi kalpataru kepada Presiden yang diwakili petugas pihak istana sempat terjadi adu mulut.
Pihak istana meminta agar penghargaan ini diserahkan kepada pihak Humas tanpa kehadiran media. Namun, aktivis bersikeras agar media diperkenankan meliput.
Silang pendapat ini menyebabkan Kalpataru mereka letakkan saja di jalanan di depan gerbang istana. Selang sejam kemudian petugas dari Kementrian Lingkungan Hidup akhirnya datang mengambil trofi tersebut.
Sementara penghargaan Wana Lestari diserahkan ke pihak Kementerian Kehutanan.
Kabuaten Kabupaten Dairi, Samosir dan Toba Samosir adalah 3 dari 7 Kabupaten yang terletak di sekitar Danau Toba.
Menurut Mudji Priatna, aktivis Walhi, kerusakan hutan di 3 kabupaten tersebut mencapai 4800 hektar. Hal ini, belum termasuk di 4 kabupaten lainnya.
“Kami perkirakan, kerusakan hutan di sana akan terus bertambah dalam beberapa tahun ke depan, berhubung pemerintah setempat terus mengeluarkan izin bagi pembukaan lahan baru”, katanya kepada ucanews.com di sela-sela aksi.
Ryan Dagur, Jakarta
Berita terkait: Indonesian activists return awards in protest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar