Gereja Santo Gregorius Agung memiliki kekhasan tersendiri. Lahir tanpa rencana yang
matang dan hanya Allah yang tahu tentang proses dan rencana itu lewat para
pelaku sejarah yang membawa Gereja ini, berawal dari sebuah Lingkungan bernama
St. Bernadus, tetapi kini sudah menjadi sebuah paroki mandiri. Begitu banyak
orang yang terhimpun di sini dan berasal dari berbagai suku di Indonesia,
seperti Jawa, Flores, Batak, Tionghoa serta masih banyak suku-suku lainnya. Selain terus bergulat dalam iman, semua suku
ini ternyata bisa berguyub (berkumpul) bersama, saling berbela rasa, gotong
royong dan bahu membahu dalam membangun komunitas iman, walaupun berada dalam
berbagai keterbatasan. Perasaan seiman dan senasib di daerah perantauan inilah yang
menjadi salah satu kekuatan bagi terbentuknya paroki ini, di bawah naungan
Santo Gregorius Agung. Oleh karena itu maka Paroki St. Gregorius Agung juga
dikenal sebagai Paroki Perantauan.
Setelah resmi menjadi sebuah paroki
mandiri, Gereja Santo Gregorius Agung terus berbenah diri. Proses pembenahan dimulai
dari penataan aspek spiritual yang menjadi landasan utama dalam hidup
menggereja sekaligus mengokohkan iman akan Yesus Kristus yang rela datang dalam kesederhanaan dan disalibkan dalam
kehinaan. Pengorbanan diri Yesus Kristus menjadi modal utama yang menjiwai
seluruh umat beriman dalam hidup menggereja. Berkorban untuk keluarga, Gereja
dan Masyarakat menjadi pilihan dalam pola pelayanan kita.