widget

Senin, 30 Maret 2015

Kunjungan dan Misa di Lingkungan Maximilianus Kolbe


Kunjungan ke lingkungan-lingkungan  seperti yang dilakukan oleh para pastor merupakan cara sederhana untuk mendekatkan diri dengan umat yang dilayaninya. Lingkungan Maximilianus Kolbe mendapat kunjungan dari Romo Sony, Pr dan ditemani oleh anggota dewan dan perwakilan dari anggota legio Maria. Kunjungan yang dilakukan pada Kamis, 26 Maret 2015 ini diawali dengan perayaan Ekaristi bersama umat yang hadir. Cukup banyak umat dari lingkungan Maximilianus Kolbe menghadiri perayaan Ekaristi. Dalam khotbahnya Romo Sony mengatakan bahwa dalam hidup, ada rasa takut  yang terbangun dalam diri kita. 

Bapak Paul sabdana dan Bapak Yanuar mendampingi Romo Sony 
Terkadang kita takut pada orang-orang yang disegani dan terutama kepada Allah. Dalam rasa takut itu, muncul ketaatan terhadap orang yang disegani itu.  Seperti Abraham, karena kesetiaannya pada Allah maka ia berani diutus untuk menjadi bapak bangsa. Pada kesempatan itu juga, Romo Sony berdialog dengan umat dan berusaha untuk membuka ruang untuk tanya jawab. Namun sebelumnya Romo Sony menggali pemahaman umat akan kehidupan santo Maximilianus Kolbe sebagai nama pelindung lingkungan.Romo Sony juga memberi apresiasi pada anak-anak yang lebih banyak hadir dan bahkan mendominasi kehadiran dalam mengikuti perayaan Ekaristi.***(Valery Kopong) 

Rabu, 25 Maret 2015

MEMBANGUN RUMAH TUHAN


Gereja Santo Gregorius Agung memiliki  kekhasan tersendiri. Lahir tanpa rencana yang matang dan hanya Allah yang tahu tentang proses dan rencana itu lewat para pelaku sejarah yang membawa Gereja ini, berawal dari sebuah Lingkungan bernama St. Bernadus, tetapi kini sudah menjadi sebuah paroki mandiri. Begitu banyak orang yang terhimpun di sini dan berasal dari berbagai suku di Indonesia, seperti Jawa, Flores, Batak, Tionghoa serta masih banyak suku-suku lainnya.  Selain terus bergulat dalam iman, semua suku ini ternyata bisa berguyub (berkumpul) bersama, saling berbela rasa, gotong royong dan bahu membahu dalam membangun komunitas iman, walaupun berada dalam berbagai keterbatasan. Perasaan seiman dan senasib di daerah perantauan inilah yang menjadi salah satu kekuatan bagi terbentuknya paroki ini, di bawah naungan Santo Gregorius Agung. Oleh karena itu maka Paroki St. Gregorius Agung juga dikenal sebagai Paroki Perantauan.
Setelah resmi menjadi sebuah paroki mandiri, Gereja Santo Gregorius Agung terus berbenah diri. Proses pembenahan dimulai dari penataan aspek spiritual yang menjadi landasan utama dalam hidup menggereja sekaligus mengokohkan iman akan Yesus Kristus yang rela datang  dalam kesederhanaan dan disalibkan dalam kehinaan. Pengorbanan diri Yesus Kristus menjadi modal utama yang menjiwai seluruh umat beriman dalam hidup menggereja. Berkorban untuk keluarga, Gereja dan Masyarakat menjadi pilihan dalam pola pelayanan kita.