ada dua macam gereja
yang satu, berdiri di
atas tanah
yang dua, bersemayam
dalam jiwa
dua macamnya, satu
sejatinya
ada dua macam gereja
yang satu, terbuat
dari baja dan batu bata
engkau dapat menyegel
dan meruntuhkannya
pelan-pelan atau
seketika
yang dua, tak terperi
sekali, sejati dan
abadi
yang satu, dapat
engkau temukan di mana-mana
dapat pula engkau buka,
tutup, segel, buka dan tutup lagi
yang dua, tak menentu
tempat tinggalnya yang tampak mata
di hati siapa saja,
dia pasti hadir
di dalam jiwa, di
pusat sukma
yang senantiasa
melengkingkan kebesaran nama TUHAN
ke telinga-telinga
orang hidup dan mati
ada dua macam gereja
yang satu,
genteng-gentengnya beterbangan saat badai menerpa
yang dua, kokoh mengabadi
pentungan dan
caci-maki-mu tak mampu menikamnya
senjata dan pisaumu
tak sanggup menyembelihnya
polisi tak sanggup mendekapnya ke
dalam bui
ada dua macam gereja
yang satu, dapat
engkau oleskan darah korban di dindingnya
yang dua, darahnya
justru menjadi benih untuk melahirkan darah-darah segar di alam semesta
dan menyebar serta berkecambah
seluas-luas samudera
yang satu, dapat
engkau matikan semati-matinya
yang dua, engkau tak sanggup
menahannya
karena berkuasakah
engkau menghentikan matahari yang pasti terbit esok pagi?
(gnb:jkt:24.9.13)
·
Refleksi ini terinspirasi oleh puisi Emha Ainun
Nadjib: SERIBU SATU MASJID SATU JUMLAHNYA

Tidak ada komentar:
Posting Komentar