widget

Jumat, 17 Oktober 2014

MEMIMPIN DENGAN HATI


Tangan  Dingin  Romo  Binzler
            Tanpa Romo Binzler, Gregorius tak  mungkin seperti ini.” Inilah kata-kata yang diungkapkan secara spontan  oleh salah seorang umat yang cukup tahu sejarah  perjalanan umat Gregorius. Romo Binzler, yang dikenal sebagai romo pembangun, memberikan  perhatian yang seimbang kepada  umat yang digembalakannya. Konsentrasi perhatiannya tidak hanya berpusat di Santa Maria sebagai pusat paroki tetapi juga perlu adanya pengembangan stasi-stasi  di bawah naungan Santa Maria.
            Stasi St. Gregorius mendapat perhatian yang serius dari Romo Bin sebagai Pastor Kepala Paroki Santa Maria. Beliau tidak hanya memberikan pelayanan  dalam bidang rohani saja tetapi juga membangun  gedung serba guna yang digunakan untuk perayaan ekaristi dan kegiatan religius lainnya. Gedung Serba Guna (GSG) yang dibangun oleh Romo dilihat sebagai ruang terbuka, yang di satu sisi digunakan untuk kegiatan religius tetapi di sisi lain, GSG masih membuka peluang bagi masyarakat sekitar untuk melakukan olah raga terutama bulu tangkis.
           

DALAM GENGGAMAN SANG BUNDA

Iman  Tumbuh di Bawah  Naungan  Sang Bunda
            Di tangan seorang perempuan, iman itu tumbuh dan berkembang. Seperti dikisahkan pada awal titik sejarah perjumpaan orang-orang Katolik yang tidak lain  adalah masyarakat perantau, orang pertama yang menggerakkan  kehidupan guyup dan doa adalah Ibu Doemeri. Ia adalah seorang ibu yang jeli melihat masyarakat perantau yang masih seiman. Di tangan dialah, orang-orang mulai disadarkan untuk hidup berkelompok, bukan untuk mengalienasi diri  dari “panggung” masyarakat tetapi semakin mempererat hubungan sebagai pengikut Kristus sekaligus memberi kesaksian tentang-Nya.
            Komunitas iman  ini semakin hari mengalami pertumbuhan yang pesat, mirip kehidupan umat perdana. “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu dari kepunyaannya  adalah kepunyaan  mereka bersama.” (Kis 4 :32). Dalam kehidupan beriman tentunya mereka tidak mempersoalkan  suku dan  asal, seolah-olah melepaskan identitas primordial untuk merasa memiliki Kristus. Dengan menghampakan diri dihadapan-Nya maka gema kekeluargaan dan roh kebersamaan  menjadi perekat yang menyatukan.   
    
Dengan berkembangnya umat dari waktu ke waktu kian bertambah dan hal ini menuntut para pengurus lingkungan untuk mencarikan tempat yang bisa dijadikan sebagai ruang pertemuan sekaligus mengadakan misa atau ibadat bersama. Kerinduan untuk memiliki sebuah aula akhirnya terwujud. Tahun 1990, ada pengurus lingkungan mengadakan pendekatan dengan   pengembang perumahan (developer) dan umat dipinjamkan gedung pemasaran berupa aula yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk ibadat ataupun misa. Umat memanfaatkan peluang ini secara maksimal. Ibadat ataupun misa diadakan dua kali sebulan yang jatuh pada hari Sabtu  sore. Apabila Romo Binzler mengunjungi umat tepat di hari Sabtu dalam minggu itu maka diadakan misa. Bila tidak ada kunjungan yang dilakukan oleh Romo Binzler sebagai Pastor Kepala Paroki Santa Maria maka umat mengadakan ibadat sabda. Untuk hari-hari besar keagamaan seperti Natal, juga pernah dirayakan di aula milik pemasaran itu. Menurut informasi yang dihimpun, aula yang sama milik pemasaran, tidak hanya digunakan untuk ibadat atau misa tetapi juga digunakan untuk kegiatan belajar bagi anak-anak TK Maria Mediatrix.  
           

BERAKAR PADA SEJARAH


Pada Mulanya Adalah Sejarah
            Menelusuri sejarah pengembaraan iman umat Gregorius memiliki keunikan tersendiri.  Gereja sebagai umat Allah yang sedang berziarah di dunia ini sudah mulai terlihat ketika umat mulai berkumpul dan membentuk paguyuban iman. Allah hadir dan terus menyapa sekaligus ”menyangga”  iman umat, yang tidak lain adalah masyarakat perantau. Mereka (umat awal) mengembara, keluar dari rumah untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Tetapi dalam mencari kehidupan, umat pun tidak lupa untuk membangun sebuah persekutuan doa dan membangun harapan untuk menatap masa depan.
            Kisah pengembaraan umat yang kemudian membentuk lingkungan Bernardus, mengingatkan kita akan pengembaraan umat Israel sebagai bangsa pilihan Allah. Allah telah menuntun bangsa Israel untuk keluar dari perbudakan Mesir. Umat Israel mengembara selama 40 tahun di padang gurun sebelum menemukan tanah terjanji, Kanaan. Dalam perjalanan dan pengembaraan iman umat israel, banyak tantangan yang muncul. Hal ini tidak lain menguji iman mereka untuk tetap setia pada Allah yang disapa sebagai Yahwe.
            Perjalanan awal umat di lingkungan Bernardus bukan waktu yang singkat. Kurang lebih 20-an tahun umat ini mengembara  sebelum membentuk kepengurusan dan struktur mengikuti pola yang sudah digariskan di dalam Gereja. Dalam testimoni Bapak Giono, dituturkan bahwa awal pembentukan umat ini datang dari Ibu Doemeri.  Sekitar bulan November, bertempat  di rumah Ibu Doemeri yang berada di perumahan Pondok Permai terjadi pertemuan pertama.  Tidak ada hal istimewa yang dibahas dalam pertemuan itu namun mereka membangun komitmen untuk menghidupi  doa-doa di lingkungan. Mereka menyadari betapa pentingnya doa sebagai pilar penyangga kekuatan hidup. Dengan doa secara rutin dan bergillir merupakan sebuah momentum untuk mempersatukan umat yang masih tersebar di perumahan-perumahan yang terletak di Kota Bumi. 
            Perkembangan umat semakin bertambah dari hari ke hari. Kegiatan rutin seperti doa-doa lingkungan terus digalakan dan juga dimulainya pembentukan kelompok koor.  Kelompok koor ini dirasa perlu karena mendukung kegiatan-kegiatan liturgi. Kelompok koor ini kemudian mendapat tugas membawakan nyanyian di Paroki Santa Maria-Tangerang.  Melihat perkembangan umat dengan potensi yang ada maka timbullah niat untuk dibentuknya sebuah lingkungan dengan pengurus-pengurusnya.  Lingkungan yang baru dibentuk itu diberi nama, Santo Bernardus. Pada bulan Desember 1988 dibentuklah kepengurusan lingkungan dengan ketua lingkungan pertama adalah YB Sutardi.  Kemudian pada tanggal 7 Januari 1989, tepatnya pada perayaan misa  natal bersama untuk pertama kali diadakan sekaligus pelantikan para pengurus lingkungan.  Perayaan misa natal bersama dan pelantikan pengurus lingkungan dipersembahkan oleh  Romo Binzler, SJ. Perayaan ini berlangsung di rumah ketua lingkungan YB Sutardi yang terletak di Pondok Indah.    
Umat terus bertambah seiring dengan pengembangan perumahan di wilayah Kota Bumi. Dengan penambahan umat ini maka perlu dipikirkan juga pemekaran lingkungan. Pemekaran dilakukan dengan suatu asumsi bahwa lingkungan yang terdiri dari umat yang tidak terlalu banyak, memudahkan koordinasi. Tahun 1990 terjadi pemekaran lingkungan dengan batasnya adalah sebelah kiri dan kanan dari jalan raya Kota Bumi.  Dari arah jalan masuk ke Kota Bumi (dari arah Nagrek), perumahan yang berada di sebelah kanan jalan seperti: Pondok Rejeki, Pondok Indah dan Pondok Permai termasuk dalam kelompok lingkungan Bernardus 1. Sementara itu perumahan-perumahan di sebelah kiri jalan raya seperti: Pondok Sejahtera, Pondok Makmur dan sebagian Pondok Indah termasuk ke kelompok lingkungan Bernardus 2.  
Lingkungan ini terus berkembang karena kebanyakan guru-guru Katolik yang mengajar di sekolah-sekolah Strada memilih perumahan-perumahan di Kota Bumi. Dengan keberadaan guru dan